Rabu, 21 Oktober 2009

Gempa Bumi

Seumur hidup saya, baru ini saya merasakan gempa bumi yang demikian dahsyat yang bikin dengkul saya lemes. Biasanya kalau orang-orang ribut ada gempa, saya jadi orang yang tau paling belakangan. Gak tau, apa karena saya terlalu sibuk kerja atau emang saya udah mati rasa yang bikin saya gak pernah sadar dan ngerasa kalo saat itu terjadi gempa bumi.

Tapi siang itu, bener-bener bikin jantung saya mau copot. Kira-kira 5 menit lagi menuju jam 5, saat itu saya dah mau siap-siap turun pulang dari kantor saya di lantai 10, tiba-tiba... kepala saya kok mendadak jadi pusing, gedung berasa bergoyang-goyang pelan tapi jelas keliatan gerakannya, temen-temen saya dah teriak-teriak. Mungkin saking takjubnya sama kejadian itu, saya sama sekali gak beranjak dari meja kerja saya. Saya cuman berdiri sambil memegang meja. Kalimat istighfar gak berenti keluar dari mulut saya. Saya liat sebagian orang lari ke tangga darurat, tapi ada juga yang nekad turun pake lift walaupun dilarang. Sebagian lagi sama seperti saya, diam terpaku di meja masing-masing.

Hikmah yang bisa saya dapat dari kejadian itu adalah maut, bencana atau musibah bisa kapan saja terjadi sama kita. Kita sebagai manusia memang diberi kemampuan untuk berusaha mengatasi atau mencegahnya. tetapi tetap kekuasaan Allah jualah yang menentukan seluruh skenario di alam ini. Kita manusia tidak lebih dari mahluk tak berdaya dihadapan-Nya.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(QS. Al-Hadiid 22)

Jumat, 13 Maret 2009

Angkutan Umum Air di Jakarta

Pagi ini saya berangkat kerja naik KRL dari stasiun Depok Lama. Dan ketika turun di stasiun Dukuh Atas, sempat terlihat oleh saya halte angkutan umum air yang dibuat pada masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso. Sedih juga sih melihat kondisinya yang terbengkalai itu. Dari media massa-media massa pada saat itu, saya banyak membaca program-program dari Bang Yos (panggilan akrab Sutiyoso) yang ingin menjadikan Jakarta menjadi seperti kota-kota modern dunia lainnya dengan membuat suatu sistem transportasi massa yang terpadu dengan menyatukan angkutan umum air tersebut dengan KRL dan Busway. Tapi apa daya, setelah masa kepemimpinan beliau usai, usai pula program angkutan massa air tersebut. Tidak seperti Busway yang masih berjalan dengan baik, program angkutan umum air ini sama sekali berhenti total pengoperasionalannya. Banyak kendala yang dihadapi oleh penyedia jasa angkutan ini yaitu perusahaan swasta yang ditunjuk oleh Pemda DKI sebagai kontraktor;

  • Ketinggian air yang dangkal
    Ketinggian sungai di Jakarta sangat dangkal karena pennumpukan lumpur dan sampah sehingga menyebabkan perahu yang digunakan sebagai angkutan umum ini kadang tidak dapat melaju dengan lancar. Pemda DKI sebenarnya sudah melakukan program pengerukan lumpur dan sampah untuk menormalkan kondisi sungai tersebut, tapi sepertinya masih kurang maksimal dengan alasan keterbatasan anggaran.
  • Banyaknya sampah di aliran sungai
    Sampah di aliran sungai Jakarta merupakan masalah yang kronis. Kesadaran tentang kebersihan warga Jakarta memang sangat kurang, salah satunya dalam menjaga kebersihan sungai yang mengalir di tengah kota. Penghuni bantaran kali merupakan penyumbang terbesar jumlah sampah yang menumpuk di aliran sungai. Kondisi sungai yang penuh dengan tumpukan sampah ini mengganggu laju perahu yang melintas di sungai. Tidak jarang baling-baling perahupun patah atau macet karena sampah tersebut.
  • Kondisi perahu yang kurang bagus
    Karena merupakan ex-perahu angkutan di Pulau Seribu yang umurnya usianya sudah uzur, perahu yang digunakan sebagai angkutan umum air di Jakarta juga kadang tidak dapat beroperasi dengan baik, sering mogok dan bocor.

Mungkin hal-hal diatas perlu ditinjau kembali oleh Pemda DKI bila berencana menghidupkan kembali transportasi umum air tersebut.
Saya yakin dengan mental disiplin dalam menjaga kebersihan dan ketertiban, Jakarta dapat menjadi seperti kota-kota modern lainnya didunia yang nyaman untuk ditinggali dan nyaman sebagai tempat mencari nafkah.

Kamis, 26 Februari 2009

Kenapa Jakarta gak bisa rapih?

Sesuatu yang besar berasal dari hal-hal yang kecil. Begitu juga kondisi kota kita tercinta, Jakarta. Kesemrawutan kota ini berasal dari kesemrawutan pada hal-hal yang ada di dalam sistem kota tersebut. Coba lihat kondisi lalu lintas di Jakarta, sangat parah kemacetannya, apalagi dijam-jam berangkat dan pulang kantor. Perhatikan juga tempat-tempat pedagang kaki mangkal, wuih... berantakan, sampah bertebaran disana-sini, got-got yang mampet menambah komplit kesemrawutan kota. Bahkan di daerah elit sekalipun seperti kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sampahpun masih terlihat bertebaran di jalan protokol.

Berikut komponen-komponen kota yang menurut saya sangat mempengaruhi penampilan Jakarta sebagai ibukota negara:

  1. Jalan Trotoar
    Jalan trotoar tampat dimana pejalan kaki seharusnya bisa berjalan dengan nyaman tidak bisa kita temui di Jakarta. Kondisi trotoar di Jakarta sangat memprihatinkan. Berlubang-lubang, putus-putus, penuh kubangan air dan tumpukan sampah merupakan kondisi yang akan kita temui pada trotoar di kota Jakarta.

  2. Jalan Raya
    Jalan raya di Jakarta juga kondisinya sangat memprihatinkan. Berlubang-lubang, penuh tambalan yang asal-asalan. Disebagian jalan memakai aspal, sebagian lainnya memakai semen dengan komposisi yang tidak rapih.

  3. Penghijauan di Sisi Jalan
    Hanya sebagian kecil jalan di Jakarta yang memiliki pohon=pohon, selebihnya merupakan jalan yang gersang, berdebu, yang jauh dari rasa nyaman. Kalaupun ada taman atau pepohonan, kondisinya nyaris tidak terawat, gersang karena tidak pernah disiram, kering hampir mati.

  4. Halte Bis
    Halte bis di kota Jakarta jarang ada yang dalam kondisi baik, sebagian besar sudah keropos, kotor, keramiknya sudah hilang sebagian dan penuh dengan graffiti. Bangku yang sudah disediakan nyaris tak ada lagi yang bisa diduduki karena kotor atau sudah hancur. Kecuali halte busway yang kondisinya masih lumayan bagus, mungkin karena masih baru dan dijaga oleh petugas Satpol PP.

  5. Pagar Pembatas Jalan
    Umur pagar pembatas jalan di Jakarta hampir tidak pernah panjang. Setiap selesai dibangun, pasti beberapa hari kemudian sudah hancur lebur, rontok dipreteli satu-satu. Oknum pelaku pengrusakan kemungkinan besar adalah orang yang biasa melintas jalur yang kemudian merasa terhambat dengan dibangunnya pagar tersebut. Entah dengan menggunakan alat apa, dengan mudahnya mereka merusak dan menjebol paggar tersebut, karena bahan apapun yang dipakai untuk membuat pagar, baik itu besi tipis, besi pipa sampai besi beton sekalipun pasti bisa mereka jebol.

  6. Pedagang Kaki Lima (PKL)
    Walaupun Pemda sudah menyiapkan pasar untuk merelokasi PKL, tetap saja para PKL itu bandel untuk tetap berjualan di pinggir jalan sehingga mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki. Alasannya klasik, lokasi di tempat yang baru tidak seramai lokasi mereka saat berjualan di pinggir jalan.

  7. Pengelolaan Sampah
    Walaupun Pemda sudah menyiapkan ribuan tong sampah, tetap saja budaya buang sampah sembarangan susah untuk dihilangkan dari kebiasaan masyarakat kota Jakarta.

  8. Pemasangan Spanduk dan Poster Iklan
    Pemasangan spanduk dan poster iklan yang semrawut juga menambah lengkap suasana kumuh di kota Jakarta.